Para penentang pacaran islami berlandaskan dalil. Para pendukung pacaran islami pun berdasarkan dalil. Manakah dalil yang lebih kuat antara keduanya?
Pada garis besarnya, sebagaimana tercantum di halaman Kritik, penentang pacaran islami mengemukakan dalil-dalil:
- Mendekati zina itu terlarang.
- Menikah itu dianjurkan.
- Tanazhur pra-nikah itu dianjurkan. (Adapun taaruf pra-nikah tidak ada dalilnya.)
Kuatkah dalil-dalil tersebut? Ya dan tidak. Dalil-dalil tersebut cukup kuat bila dihadapkan dengan pacaran non-islami, tetapi lemah bila dihadapkan dengan pacaran islami. Letak kelemahannya adalah penempatannya yang tidak pada tempatnya.
Mengapa bisa kita katakan bahwa dalil-dalil tersebut tidak pada tempatnya? Sebabnya:
- Pacaran islami tidak mendekati zina. Bahkan, pacaran pada umumnya pun tidak identik dengan “mendekati zina”. (Lihat Ciuman dengan Pacar (PR untuk Penentang Pacaran Islami).)
- Pacaran islami justru melapangkan jalan untuk menikah dengan sebaik-baiknya, guna membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. (Lihat 12 alasan mengapa bercinta sebelum menikah.)
- Pacaran islami justru mengupayakan peningkatan kualitas tanazhur pra-nikah. (Lihat Gaul Sistematis dengan Jiwa Bersih.)
Bagaimana dengan dalil yang dipegang oleh para pendukung pacaran islami? Benarkah ada dalil yang menguatkan keberadaan pacaran islami?
Sebagian besar penentang pacaran islami menyangka, keberadaan pacaran islami tidak didukung dengan dalil sama sekali. Bahkan, mereka mengira, pacaran islami ini merupakan bid’ah yang sesat dan menyesatkan. Padahal, seandainya mereka membaca dengan cermat buku-buku (dan artikel-artikel) pacaran islami, tentu mereka jumpai dalil-dalil yang menguatkan keberadaan pacaran islami. Tiga diantaranya adalah sebagai berikut. (Dua dalil pertama bersifat umum, tidak hanya mengenai pacaran, sedangkan dalil ketiga jelas-jelas mengenai pacaran.)
- Mengenai hubungan antar manusia, pernah Rasulullah saw. bersabda: “Segala yang tidak disinggung-Nya itu tergolong dalam hal-hal yang dibolehkan-Nya.” (Shahih al-Jami’ ash-Shaghir, hadits no. 3190) Karena pacaran tidak disinggung dalam Al-Qur’an, kehalalannya tidak mustahil.
- Nabi saw. bersabda, “Kamu lebih tahu tentang urusan duniamu.” (HR Muslim) Hadits inilah yang menjadi dasar kaidah ushul fiqih yang menyatakan bahwa pokok hukum dalam urusan muamalah adalah sah (halal), sampai ada dalil (yang qath’i) yang membatalkan dan mengharamkannya. Dengan kata lain, selama tidak ada dalil yang dengan tegas mengharamkannya, maka hukumnya tidak haram. Begitu pula perihal pacaran.
- Pada kenyataannya, budaya pacaran (percintaan pra-nikah) sudah ada pada zaman Rasulullah. Adakah dalil dari beliau yang mengharamkannya? Ternyata, beliau sama sekali tidak pernah mewanti-wanti para sahabat untuk tidak pacaran. Beliau tidak pernah mengharamkan pacaran. Bahkan, sewaktu menjumpai fenomena pacaran, beliau tidak sekedar membiarkan fenomena ini. Beliau bersimpati kepada pelakunya dan justru mencela sekelompok sahabat yang memandang rendah pasangan tersebut. Beliau menyindir, “Tidak adakah di antara kalian orang yang penyayang?” (HR Thabrani dalam Majma’ az-Zawâid 6: 209)
Jadi, dalil-dalil para pendukung islamisasi pacaran lebih kuat daripada dalil-dalil para penentang pacaran islami. Mudah-mudahan dengan penjelasan ini, kita tidak lagi membuang-buang energi untuk berdebat mengenai halal-haramnya pacaran. Sudah saatnya kita lebih berkonsentrasi pada bagaimana pacaran secara islami. Wallaahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar